Senin, 04 November 2013

Selamat Tahun Baru 1435 Hijriah


Kullu ‘am wa antum bi khoir..!

Waktu berlalu begitu cepat, tanpa terasa kini kita beranjak memasuki ‘Am Al-Jaddid 1435 Hijriah. Sekitar 15 abad yang lalu, terjadi peristiwa historis yang begitu signifikan sebagai titik tolak bagi umat Islam generasi awal membentuk tatanan baru yang lebih baik, yaitu peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dan kaum muslimin dari Makkah menuju Yatsrib. Suatu peristiwa istimewa yang sangat penting untuk dikenang, dipetik makna dan hikmahnya oleh generasi muslim masa kini demi menggugah jiwa untuk semangat menegakkan Islam. Sayangnya pergantian tahun penanggalan Qamariah ini kurang diperhatikan oleh kebanyakan umat Islam sendiri, berbeda halnya dengan peralihan tahun Syamsiah yang dirayakan massif oleh orang-orang di berbagai penjuru dunia.
Memperingati tahun baru Hijriah tidak perlu dengan peringatan meriah dan semarak. Jadikanlah sebagai momentum untuk refleksi, muhasabah, paling tidak cobalah merenung dalam kesunyian malam meninjau kembali perjalanan hidup yang telah kita tempuh, bukankah lebih banyak waktu yang terbuang sia-sia? Lalu apa yang telah mampu kita berikan untuk dunia, bukankah semua yang kita lakukan itu masih belum apa-apa?
Dari itu pula kita menganalisa apa saja yang perlu diperbaiki dari waktu yang lalu itu untuk tahun yang akan kita hadapi ini, karena hari esok harus lebih baik dari sekarang dan kemarin. Akhir tahun saat yang sangat tepat untuk mengavaluasi diri “Haasibuu qabla an tuhaasabu” (Umar RA).
Peringatan Tahun Baru Hijriah di Ponpes Darul Kamal
Sudah menjadi tradisi adiluhung di Pondok Pesantren Darul Kamal setiap malam tanggal 1 Muharram para Ustadz beserta tullab-thalibat, menggelar doa bersama membaca Hizib Nahdlatul Wathan. Dengan harapan utama mudah-mudahan Allah SWT memberkahi umur yang telah diberikan kepada kita sampai saat ini dan semoga diperpanjang, sehingga umur itu kita jadikan kesempatan yang selalu terisi oleh setiap amal perbuatan yang diridhai-Nya.
Usai berhizib, acara juga dirangkai dengan pengajian memaknai Tahun Baru Hijriah. Dua tahun yang lalu secara beruntun, pengajian ini dibawakan oleh TGH. DR. Syihabuddin, LC, Doktor bidang hadits alumnus Universitas Al-Azhar Mesir yang kini mengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam ceramah yang beliau sampaikan kepada Jamaah. Beliau menceritakan dengan runtun scenario perjalanan hijrah, bagaimana Rasullah SAW meninggalkan rumah dengan bantuan Ali RA mengecoh Kafir Quraisy yang sudah siap siaga melancarkan misi pembunuhan, keberangkatan bersama Abu Bakar yang sangat setia selama dalam perjalanan, pengejaran kaum kafir demi sayembara menggiurkan, termasuk Suraqah yang membuktikan betapa Nabi Muhammad SAW sangat pemaaf, kekuasaan Allah mengirin tentara berupa laba-laba yang membuat sarang di lubang gua agar kaum kafir tidak mengetahui, tangisan Abu Bakar yang ketakutan dan kesakitan disengat kalajengking sampai air mata beliau menetes jatuh ke muka Rasulullah yang mulia, dan beliau terhibur oleh kata ajaib “Laa tahzan innalláha ma’ana”. Sampai pada akhirnya beliau tiba di Madinah disambut dengan sangat gembira oleh penduduk dengan mendendangkan “Thala’al badru….”, dan persaudaraan mengharukan antara kaum Muhajirin dan Anshar (ukhuwah islamiyah). Sehingga terbentuklah tatanan hidup baru umat muslim yang lebih baik sebagaimana yang kami maksud di atas.
Begitu juga keteladanan para para sahabat yang sangat setia mengikuti Rasul kecintaannya, mereka dengan rela meninggalkan kampung halaman yang mereka cintai dan harta benda demi memperjuangkan agama Allah. Ketabahan mereka Radhiyallahu ‘anhum menghadapi berbagai daya upaya kaum musyrikin yang selalu mengganggu, menyakiti dan menghina kaum Muslimin yang pada saat itu berjumlah sedikit. DR. Syihabuddin menyimpulkan setiap perjuangan itu membutuhkan pengorbanan, pengorbanan yang awalnya menyakitnya selalu berakhir dengan manis.
Kali ini pengajian dibawakan langsung oleh Pembina Pondok Pesantren Darul Kamal Al-Mukarram TGH. Muhammad Ruslan Zain
“Dalam berbisnis, kita butuh modal untuk menjalankan usaha. Semakin banyak modal yang kita miliki semakin banyak barang yang dapat dibeli untuk dijual. Semakin banyak barang yang dijual dan LAKU maka semakin banyak pula untung yang didapat.
Umpamakanlah usia yang dikaruniakan kepada kita sebagai modal, lalu usaha yang kita geluti adalah usaha Akhirat (sebaik-baik usaha), sebagai barangnya amal shalih, semakin banyak amal shalih maka semakin banyak pahala yang didapat untuk mendapatkan keuntungan besar yaitu beruntung di hari akhirat dengan masuk ke dalam surga (faaza bil Jannah).
Dengan bertambahnya usia, artinya kita mendapatkan tambahan modal yang harus digunakan dengan sebaik-baiknya untuk untuk meningkatkan amal shalih. Meningkatkan amal sahalih tidak mesti dengan menambah rakaat shalat, ingat dalam berbisnis itu yang terpenting adalah LAKU terjual, yang sedikit tapi ludes laku lebih baik daripada banyak tapi tidak laku. Maka dalam beribadah yang lebih diutamakan adalah bagaimana meningkatkan kualitas ibadah yang kita laksanakan. Para sahabat yang hidup di zaman Rasulullah, ibadahnya tidak terlalu banyak, tapi ibadah itu mereka laksanakan dengan penuh keikhlasan dan sepenuh hati, jika dibandingkan 1000 rakaat shalat kita tidaklah lebih baik dari 2 rakaat shalat para shahabat Radiyallauhu’anhum.
Marilah juga tanamkan pribadi yang semakin gemar pada kebaikan (hubbul khair), kebaikan itu sederhana, memberi senyum manis kepada saudara kita agar mereka senang melihat kita terhitung kebajikan, menyingkirkan duri di jalan, memungut sampah yang merusak pemandangan agar orang menjadi nyaman memandang juga amal kebajikan yang jangan diremehkan pahalanya.”
Begitulah cuplikan nasihat yang beliau sampaikan kepada keluarga besar pondok pesantren yang meramaikan pengajian malam tadi, semoga mendorong kita untuk kedepannya meningkatkan kualitas ibadah baik itu ibadah langsung kepada Allah dengan taat, cinta dan ketundukan yang sempurna kepada-Nya, maupun ibadah bersifat keshalihan sosial dengan berakhlakul kariimah,yang membuat Dia Ridho kepada kita sebabnya.
Marilah kita berhijrah, bukan hijrah makaniyah tapi hijrah maknawiyah. Dalam artian bertransformasi untuk menjadi diri yang lebih baik
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْه (رواه البخاري)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar